
Perdebatan seputar status esports sebagai olahraga kian menghangat seiring dengan popularitasnya yang terus meroket. Sebagian pihak bersikukuh bahwa esports adalah olahraga yang sah, sementara yang lain masih memandang skeptis, menganggapnya sekadar permainan digital belaka. Hal ini memang berkaitan dengan pernyataan dari Menkomdigi, Meutya Hafid, yang belum lama ini mengatakan bahwa “esport bukan sebagai cabang olahraga karena tidak ada unsur fisik secara langsung”. Pernyataan tersebut sontak membuat netizen penghuni sosial media bergejolak.

Definisi Olahraga dan Kaitannya dengan Esports
Secara tradisional, olahraga seringkali dikaitkan dengan aktivitas fisik yang intens, melibatkan kekuatan, kecepatan, dan daya tahan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional mendefinisikan olahraga sebagai “segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.”
Pendukung esports berpendapat bahwa meskipun minim aktivitas fisik yang kentara, esports membutuhkan elemen-elemen krusial yang juga ada dalam olahraga konvensional. Atlet esports harus memiliki koordinasi tangan-mata yang luar biasa, refleks yang cepat, pemikiran strategis yang matang, kemampuan mengambil keputusan dalam sepersekian detik, serta kerja sama tim yang solid. Intensitas mental yang tinggi ini, menurut mereka, setara dengan tuntutan fisik dalam olahraga tradisional.
Pengakuan Resmi dan Argumen Pro
Di Indonesia, pengakuan terhadap e-sports sebagai olahraga sudah menjadi kenyataan. Pada Agustus 2020, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) secara resmi mengakui e-sports sebagai cabang olahraga prestasi. Hal ini diikuti dengan pembentukan Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) yang kini aktif membina atlet dan menyelenggarakan kompetisi. Esport bahkan telah dipertandingkan sebagai ekshibisi dalam ajang bergengsi seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) dan menjadi perebutan medali di SEA Games serta Asian Games.
Para pendukung juga menyoroti aspek profesionalisme dalam esport. Atlet e-sports berlatih keras, memiliki pelatih, analis, dan tim manajemen, layaknya atlet olahraga lainnya. Mereka bersaing untuk mendapatkan hadiah uang tunai yang fantastis, sponsor, dan pengakuan global. Industri e-sports juga menciptakan lapangan kerja dan ekonomi yang signifikan.
Pandangan Kontra dan Tantangan yang Ada
Meski demikian, tidak semua setuju. Beberapa pihak berpendapat bahwa kurangnya unsur aktivitas fisik yang signifikan menjadi ganjalan utama untuk mengategorikan esport sebagai olahraga. Mereka berargumen bahwa olahraga sejati harus melibatkan pengerahan tenaga fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani secara langsung.
Selain itu, isu-isu seperti kecanduan game dan dampak kesehatan akibat gaya hidup yang kurang bergerak juga seringkali menjadi sorotan bagi pihak yang kontra. Penting untuk diingat bahwa gaya hidup atlet esports profesional sangat berbeda dengan sekadar bermain game rekreasional, namun stigma negatif ini masih melekat di benak sebagian masyarakat.
Perdebatan mengenai apakah esports termasuk olahraga atau tidak mungkin akan terus berlanjut. Namun, dengan pengakuan resmi dari berbagai badan olahraga nasional dan internasional, serta perkembangan pesat industri dan profesionalisme di dalamnya, semakin banyak yang meyakini bahwa e-sports telah membuktikan dirinya sebagai bentuk kompetisi yang sah dan menantang, yang layak disejajarkan dengan cabang olahraga lainnya. E-sports mungkin tidak selalu melibatkan keringat yang membanjir, tetapi tuntutan mental, strategis, dan koordinasi yang ada di dalamnya tidak bisa dipandang remeh.